BI: Pelemahan Rupiah Hanya Terjadi Sementara
Tekanan pada rupiah tidak dapat dihindari setelah dolar AS, yang terus menguat dalam beberapa pekan terakhir, setelah perbedaan pandangan terlihat di antara berbagai anggota Komite Bank Sentral Fed ketika membahas tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi AS.
Direktur Eksekutif Departemen Manajemen Moneter BI Nanang Hendarsah di Jakarta pada hari Senin menjelaskan bahwa ketidakpastian juga dilengkapi dengan pernyataan terbaru Presiden AS Donald Trump tentang perang dagang dengan Cina.
Dia merujuk pada ancaman Trump untuk meningkatkan bea impor AS sebesar 25 persen terhadap berbagai produk Cina senilai 200 miliar dolar AS.
"Namun, diketahui bahwa dinamika yang disebabkan oleh pernyataan ini bersifat jangka pendek, karena pernyataan ini dapat berubah," kata Nanang.
Pernyataan Trump juga telah mengganggu harapan para pelaku pasar, yang dalam beberapa minggu terakhir mengharapkan perdamaian dari negosiasi perdagangan antara kedua raksasa ekonomi dunia tersebut.
"Ini telah mendorong volatile yuan turun, sementara pergerakan saham di China juga turun lima persen," katanya.
Pada hari Senin, BI menerapkan tiga intervensi (intervensi tiga kali lipat) di pasar valuta asing, Surat Utang Negara dan DNDF untuk mempertahankan nilai tukar rupiah, yang selanjutnya rupiah ditutup pada Rp14.297 per dolar AS pada hari Senin. Ini menunjukkan sedikit perbaikan karena pada Senin sore, rupiah telah jatuh ke level Rp14.300 per dolar AS.
Pandangan terhadap kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar (Jisdor) menunjukkan bahwa rupiah terus melemah sejak 18 April 2019, ketika masih sekitar Rp14.016 per dolar AS. Nilai referensi untuk Jisdor pada hari Senin menunjukkan nilai tukar rupiah pada Rp14.308 per dolar AS.
0 komentar:
Posting Komentar