Kamis, 27 Desember 2018

BNPB: Waspadai Tsunami Karena Gempa Anak Krakatau

BNPB: Waspadai Tsunami Karena Gempa Anak Krakatau

BNPB: Waspadai Tsunami Karena Gempa Anak Krakatau

Kepala Pusat Data Informasi dan juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan bahwa aktivitas Gunung Anak Krakatau terus meletus dan statusnya masih berstatus waspada.

Jari-jari bahaya adalah 2 kilometer dari puncak kawah Gunung Anak Krakatau. Untuk mengantisipasi tsunami susulan, BNPB menetapkan rekomendasi untuk jarak 500 meter hingga satu kilometer dari garis pantai agar tidak ada kegiatan masyarakat.

"Ini untuk mengantisipasi tsunami susulan," kata Sutopo saat konferensi pers di kantor BNPB, Jalan Pramuka, Jakarta, Rabu, 28 Desember.

Sutopo menjelaskan bahwa pemerintah berencana untuk mengembangkan sistem peringatan dini tsunami yang disebabkan oleh tanah longsor bawah laut dan letusan gunung berapi. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan bahwa tsunami Selat Sunda terjadi karena 64 hektar tanah longsor bawah laut. Beberapa kali, tanah longsor bawah laut memicu tsunami, yaitu di Ende pada 1992, di Palu pada 2018, dan di Krakatau pada 2018.

"Bencana dipicu oleh tanah longsor bawah laut yang menghasilkan tsunami," katanya. Menurutnya, diperlukan jaringan seismograf, jaringan pelampung yang lebih solid, karena tentu akan lebih rumit. “Semakin dekat sensornya, semakin baik hasilnya. Pertama di Selat Sunda, kemudian di wilayah Indonesia rawan gempa dan tsunami, ”katanya.

Sutopo menjelaskan dalam Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (EWS), pelampung tsunami adalah salah satu bagian dari peringatan dini tsunami. Tanpa pelampung, peringatan dini tsunami (EWS) berlanjut. Pelampung tsunami berfungsi untuk memastikan bahwa tsunami terdeteksi di laut sebelum menabrak pantai.

0 komentar:

Posting Komentar