Rabu, 28 Agustus 2019

Pemerintah: Pembangunan Ibu Kota, Hutam Kalimantan Tetap Utuh

Pemerintah: Pembangunan Ibu Kota, Hutam Kalimantan Tetap Utuh

Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) atau pemerintah telah memastikan bahwa pembangunan ibu kota tidak akan merusak lingkungan dan bersumpah bahwa hutan Kalimantan Timur akan tetap utuh. Ini terjadi setelah pemerintah mengumumkan bahwa bagian dari Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara di Provinsi Kalimantan Timur akan menjadi lokasi ibukota baru negara itu yang akan diresmikan pada tahun 2024, tahun ketika masa jabatan kedua Jokowi akan berakhir.

Presiden Jokowi mengatakan kepada media pada 26 Agustus 2019 bahwa kedua kabupaten tersebut dipilih, karena mereka paling sedikit menghadapi risiko dari bencana alam, termasuk banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, dan tanah longsor.

Selain itu, mereka berlokasi strategis di jantung Indonesia dan dekat Balikpapan dan Samarinda yang merupakan kota maju. Oleh karena itu, infrastruktur dan fasilitas dasar sudah ada. Selain itu, pemerintah memiliki 180 ribu hektar lahan di sana.

Keputusan untuk pindah dari Jakarta didasarkan pada studi tiga tahun yang dilakukan oleh pemerintah.

"Hasil penelitian menyimpulkan bahwa lokasi ideal untuk ibu kota baru akan menjadi bagian dari Kabupaten Penajam Paser Utara dan bagian dari Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur," Presiden Jokowi, yang telah terpilih kembali untuk periode 2019-2024 , dicatat.

Pekerjaan diharapkan dimulai pada 2021 dan menelan biaya hingga Rp466 triliun (US $ 32,3 miliar) untuk ditanggung oleh Anggaran Negara (Rp74,44 triliun), skema Kemitraan Pemerintah-Swasta (Rp265,2 triliun), dan investasi swasta (Rp127) 0,3 triliun).

Merelokasi ibu kota di Kalimantan telah memicu perdebatan di kedua sisi. Pulau ini, juga dikenal sebagai Kalimantan, dianggap sebagai "paru-paru dunia" karena merupakan rumah bagi hutan luas yang membantu menyerap CO2.

Hutan adalah kekuatan penstabil bagi iklim. Sekitar 2,6 miliar ton karbon dioksida, sepertiga dari CO2 yang dilepaskan dari pembakaran bahan bakar fosil, diserap oleh hutan setiap tahun. Hutan juga mengatur ekosistem, melindungi keanekaragaman hayati, memainkan bagian integral dalam siklus karbon, dan mendukung mata pencaharian.

Indonesia adalah rumah bagi kawasan hutan hujan tropis terbesar ketiga di dunia setelah Brasil dan Kongo.

Terletak di dekat Kota Balikpapan, Taman Hutan Bukit Soeharto di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, menjadi tuan rumah Pusat Rehabilitasi dan Reintroduksi Orangutan Wanariset Samboja, serta hutan pendidikan yang dikelola oleh Universitas Mulawarman.

Balikpapan juga memiliki Hutan Lindung Wain Sungai (HLSW) yang memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa termasuk fauna terancam punah seperti rusa sambar, orangutan (Pongo pygmaues), beruang madu (Helarctos malayanus), dan hampir 200 spesies burung.

Di sekitar Balikpapan, ada juga banyak hutan primer, hutan bakau, padang lamun, dan terumbu karang di wilayah pesisirnya.

Hutan dan pantai primer adalah rumah bagi sekitar 1.400 monyet belalai kuning (Nasalis larvatus) langka, macan tutul, dugong, buaya, penyu hijau, 60 hingga 140 lumba-lumba, 300 spesies burung, 100 spesies mamalia, dan lebih dari 1.000 spesies pohon, menurut penelitian yang dilakukan oleh Stanislav Lhota.

Sebagai rumah bagi keanekaragaman hayati yang begitu kaya, Balikpapan dan daerah sekitarnya, termasuk Samboja dan Taman Hutan Bukit Soeharto, telah disebut "benteng terakhir hutan tropis dataran rendah di Kalimantan" oleh para pencinta lingkungan.

"Ini akan mencakup area total 180 ribu hektar. Sekitar 40 ribu hektar akan menjadi area utama, dan di masa depan, akan diperluas menjadi 180 ribu hektar. Setengah dari itu akan menjadi ruang hijau, termasuk hutan lindung. Di bagian dari Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara, kita memiliki hutan lindung Bukit Soeharto, "kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro.

Pemerintah belum memutuskan penggambaran khusus untuk ibukota berikutnya. Menteri Urusan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menegaskan tidak ada kesulitan dalam mempersiapkan lokasi yang tepat untuk ibukota baru yang akan terletak antara Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, karena peruntukan kawasan hutan dapat diubah dengan kebijakan pemerintah.

"Seperti yang kita ketahui, selain Taman Hutan Bukit Suharto, ada juga hutan konservasi dan produksi di kabupaten ini, dan beberapa di antaranya telah memperoleh izin," katanya.

Penjatahan kawasan hutan dapat diubah sejalan dengan kebijakan pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 104 tahun 2015 tentang Tata Cara Mengubah Tujuan dan Fungsi Kawasan Hutan, jelasnya.

Relokasi ini diperlukan untuk pemerataan ekonomi dan pembangunan di seluruh negeri dan untuk meringankan beban di Pulau Jawa pada umumnya dan Jakarta pada khususnya, Jokowi telah menjelaskan sebelumnya.

"Beban Pulau Jawa semakin berat dengan populasi mencapai 150 juta atau 54 persen dari total populasi Indonesia, dengan 58 persen dari PDB ekonomi Indonesia di Pulau Jawa," katanya.

Dia menunjuk ke Jakarta, sebagai pusat administrasi dan bisnis, juga sedang terbebani.

Sebagai pusat pemerintahan dan pusat bisnis, Jakarta saat ini menghadapi masalah utama kelebihan populasi, kemacetan parah, polusi udara, dan polusi air.

Pemerintah pusat mempelajari banyak lokasi di Jawa dan menyimpulkan bahwa beban di Jawa hanya akan meningkat jika ibu kota baru  itu tetap ada. Ini adalah pulau terbesar kelima di Indonesia setelah Papua, Kalimantan, Sumatra, dan Sulawesi.

0 komentar:

Posting Komentar